Jelajahi dunia perpustakaan, tempat inspirasi, pengetahuan, dan petualangan literasi tanpa batas!

Senin, 09 Juni 2025

“Sunyi, Asing, dan Manusiawi: Menyelami Kesepian Eksistensial dalam I Who Have Never Known Men”

 


Review Buku I Who Have Never Known Men – Jacqueline Harpman

Judul: I Who Have Never Known Men

Penulis: Jacqueline Harpman

Genre: Fiksi Dystopia, Sastra Spekulatif

Tahun Terbit: 1995 (versi Inggris 1997)

Tebal Buku: 188–208 halaman

Penerjemah: Ros Schwartz

Sinopsis

I Who Have Never Known Men adalah novel dystopia yang mengisahkan seorang narator tanpa nama—seorang gadis muda yang menghabiskan seluruh hidupnya dalam sebuah bunker bawah tanah bersama 39 perempuan lain. Mereka dikurung dalam sangkar, diawasi oleh penjaga pria yang tidak pernah berbicara. Tidak ada yang tahu mengapa mereka dipenjara atau apa yang terjadi di dunia luar.

Sang narator, yang disebut sebagai "Si Anak" oleh perempuan-perempuan lain, adalah satu-satunya yang tidak memiliki ingatan tentang kehidupan sebelum kurungan. Ketika suatu hari alarm berbunyi dan para penjaga kabur, mereka akhirnya bebas—hanya untuk menemukan dunia di luar yang sunyi, tandus, dan penuh misteri.

Novel ini terbagi dalam tiga bagian: kehidupan dalam sangkar, pelarian, dan perjuangan bertahan di dunia yang asing. Sepanjang cerita, narator mencoba memahami arti kemanusiaan, kebebasan, dan identitas—tanpa pernah benar-benar menemukan jawaban .

Kelebihan Buku

Premis yang Unik & Menggugah
Konsep perempuan-perempuan yang terkurung tanpa tahu mengapa, lalu dilemparkan ke dunia yang sepi, menciptakan ketegangan psikologis yang kuat. Harpman tidak memberikan penjelasan tentang latar belakang dystopia ini, membuat pembaca terus bertanya-tanya—seperti halnya sang narator 16.

Narasi yang Introspektif & Filosofis
Buku ini lebih fokus pada eksplorasi psikologis daripada plot aksi. Narator, yang tumbuh tanpa pengetahuan tentang dunia, mempertanyakan segala sesuatu: dari cinta, seksualitas, hingga makna hidup. Kutipan seperti "Aku dipaksa mengakui, terlalu terlambat, bahwa aku juga bisa mencintai, bahwa aku bisa menderita, dan bahwa aku manusia" meninggalkan kesan mendalam.

Suasana yang Mencekam & Melankolis
Gaya penulisan Harpman sederhana namun kuat, membangun atmosfer yang suram namun memikat. Adegan-adegan seperti ketika para perempuan menemukan mayat para penjaga atau ketika mereka perlahan meninggal satu per satu menciptakan rasa kesepian yang menusuk .

Relevansi dengan Isu Kekinian
Buku ini sering dibandingkan dengan The Handmaid’s Tale (Margaret Atwood) karena eksplorasinya tentang penindasan perempuan. Namun, berbeda dengan Atwood yang jelas secara politik, Harpman lebih abstrak—membuatnya cocok dengan keresahan generasi modern tentang ketidakpastian dan isolasi .

 

Kekurangan Buku

Tidak Ada Jawaban yang Jelas
Pembaca yang menyukai cerita dengan resolusi pasti mungkin akan kecewa. Novel ini sengaja tidak menjelaskan mengapa perempuan-perempuan itu dikurung atau apa yang sebenarnya terjadi pada dunia .

Pacing yang Tidak Merata
Bagian setelah pelarian terasa lebih lambat, dengan pengulangan tema "bertahan hidup tanpa tujuan" yang mungkin melelahkan bagi sebagian orang .

Ending yang Terbuka & Kontroversial
Adegan terakhir meninggalkan banyak tafsir—beberapa pembaca menganggapnya profound, sementara yang lain merasa frustasi karena tidak ada closure .

Tanggapan Pembaca & Popularitas

Rating Goodreads: 4.1/5 (dari 260.000+ ulasan) 2.

Viral di TikTok (#IWHNKM): Banyak pembaca Gen Z membagikan kutipan-kutipan menyentuh dan mendiskusikan relevansinya dengan isu mental health dan isolasi sosial 6.

Dibandingkan dengan Karya Lain:

Mirip The Road (Cormac McCarthy) dalam kesuramannya.

Mirip Annihilation (Jeff VanderMeer) dalam narasi yang misterius .

 

Kesimpulan & Rekomendasi

I Who Have Never Known Men adalah novel yang menghantui—tidak mudah dilupakan, meski mungkin tidak semua orang menyukainya. Cocok untuk pembaca yang:

Menyukai cerita dystopia filosofis.

Tertarik dengan eksplorasi psikologis dan identitas.

Tidak masalah dengan ending ambigu.

Rating: 4.5/5 ⭐⭐⭐⭐½
"Sebuah refleksi pilu tentang apa artinya menjadi manusia ketika segala sesuatu yang mendefinisikan kita diambil."

logoblog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar