Dunia Perpustakaan

Jelajahi dunia perpustakaan, tempat inspirasi, pengetahuan, dan petualangan literasi tanpa batas!

Jumat, 12 September 2025

Program Literasi 15 Menit Membaca Sebelum Pelajaran: Tips Pelaksanaan Efektif di Sekolah

Budaya literasi merupakan salah satu fondasi penting dalam dunia pendidikan. Anak-anak yang memiliki kebiasaan membaca cenderung lebih unggul dalam pemahaman konsep, kosakata, dan berpikir kritis. Sayangnya, di era digital saat ini minat baca anak semakin menurun karena lebih tertarik pada gawai dan hiburan instan.

Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mendorong sekolah-sekolah melaksanakan program literasi 15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai. Program ini sederhana, tetapi memiliki dampak besar bagi perkembangan kemampuan membaca, daya konsentrasi, serta kecintaan anak terhadap buku.

Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang manfaat program literasi 15 menit, tantangan yang dihadapi, dan tips pelaksanaan agar berjalan efektif di sekolah.

1. Apa Itu Program Literasi 15 Menit Membaca?

Program literasi 15 menit membaca adalah kegiatan rutin di sekolah, di mana siswa meluangkan waktu sekitar 15 menit sebelum pelajaran dimulai untuk membaca buku nonteks pelajaran.

  • Waktunya fleksibel, biasanya dilakukan pagi hari.

  • Buku yang dibaca bebas: fiksi, nonfiksi, cerita rakyat, dongeng, atau bacaan inspiratif.

  • Tujuannya bukan menguji, melainkan menumbuhkan kebiasaan membaca dan rasa cinta terhadap buku.

Program ini sejalan dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan pemerintah sejak 2016.

2. Manfaat Program Literasi 15 Menit Membaca

a. Meningkatkan Minat Baca

Membaca secara rutin, meski singkat, akan membiasakan anak menikmati buku. Lama-kelamaan, mereka akan merasa membaca bukan kewajiban, melainkan kebutuhan.

b. Melatih Fokus dan Konsentrasi

Kegiatan membaca di awal pelajaran membantu siswa menenangkan pikiran, sehingga lebih siap mengikuti pembelajaran.

c. Menambah Kosakata dan Pengetahuan

Buku nonteks pelajaran memperkaya wawasan anak di luar materi sekolah. Anak bisa belajar tentang budaya, lingkungan, hingga nilai moral.

d. Membentuk Karakter Positif

Buku yang tepat dapat menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, kerja keras, rasa empati, dan tanggung jawab.

e. Membantu Pencapaian Akademik

Siswa yang terbiasa membaca memiliki kemampuan memahami soal lebih baik, sehingga prestasi akademiknya pun meningkat.

3. Tantangan dalam Pelaksanaan Program Literasi

Meski sederhana, praktik di lapangan sering menemui kendala, seperti:

  • Keterbatasan buku bacaan di perpustakaan sekolah.

  • Kurangnya motivasi siswa karena belum terbiasa membaca.

  • Guru belum konsisten dalam mendampingi kegiatan literasi.

  • Waktu pelaksanaan kadang terpotong karena jadwal yang padat.

Karena itu, perlu strategi agar program ini tidak hanya sekadar formalitas, tetapi benar-benar berdampak.

4. Tips Pelaksanaan Program Literasi 15 Menit Membaca

a. Menyediakan Koleksi Buku yang Menarik

Sekolah perlu memastikan ketersediaan buku bacaan yang bervariasi:

  • Dongeng, fabel, komik edukatif.

  • Biografi tokoh inspiratif.

  • Buku pengetahuan populer yang ringan.
    Koleksi harus disesuaikan dengan jenjang usia siswa agar mereka merasa buku tersebut relevan dan menarik.

b. Memberi Kebebasan Memilih Bacaan

Jangan membatasi anak hanya membaca buku tertentu. Dengan kebebasan, anak merasa lebih senang dan antusias membaca.

c. Menciptakan Suasana Nyaman

Kegiatan membaca sebaiknya dilakukan di kelas dengan suasana tenang. Guru dapat memutar musik instrumental lembut agar siswa lebih rileks.

d. Guru Turut Membaca

Guru sebaiknya ikut membaca, bukan hanya mengawasi. Hal ini menjadi contoh nyata bahwa membaca adalah kegiatan menyenangkan dan penting.

e. Membuat Jurnal Membaca

Siswa dapat menuliskan judul buku, halaman yang dibaca, atau kesan singkat setelah kegiatan. Jurnal ini tidak untuk menilai, tetapi memantau perkembangan minat baca.

f. Memberikan Apresiasi

Sekolah bisa memberikan penghargaan kecil, seperti “Pembaca Terajin Bulan Ini” atau “Siswa Paling Banyak Membaca Buku”. Hal ini memotivasi anak untuk terus konsisten.

g. Melibatkan Orang Tua

Literasi tidak hanya tanggung jawab sekolah. Orang tua perlu dilibatkan, misalnya dengan mendorong anak membawa buku dari rumah atau membaca bersama keluarga.

h. Variasi Kegiatan Literasi

Sesekali, kegiatan membaca bisa dipadukan dengan:

  • Membacakan cerita secara bergantian.

  • Diskusi singkat tentang isi buku.

  • Presentasi singkat tentang buku favorit siswa.

Variasi ini membuat kegiatan tidak monoton.

5. Peran Pustakawan dalam Mendukung Program Literasi

Pustakawan sekolah memiliki peran penting, antara lain:

  • Menyusun daftar bacaan yang sesuai dengan tingkat usia siswa.

  • Membuat pojok baca di kelas atau di area strategis sekolah.

  • Mengadakan kegiatan literasi seperti bedah buku, lomba resensi, atau mendongeng.

  • Berkolaborasi dengan guru untuk mengintegrasikan literasi dengan pembelajaran.

Dengan dukungan pustakawan, program literasi tidak hanya berhenti di 15 menit membaca, tetapi berkembang menjadi budaya sekolah.

6. Contoh Praktik Baik di Sekolah

Beberapa sekolah di Indonesia sudah berhasil melaksanakan program literasi dengan cara kreatif, misalnya:

  • Sekolah A: Menggunakan 5 menit terakhir untuk siswa menceritakan kembali isi buku.

  • Sekolah B: Mengadakan tantangan membaca dengan target jumlah buku per semester.

  • Sekolah C: Mengundang penulis lokal untuk berbagi pengalaman menulis buku, sehingga siswa semakin termotivasi membaca.

Praktik baik ini bisa ditiru atau dimodifikasi sesuai kondisi sekolah masing-masing.

7. Rekomendasi Buku untuk Program Literasi 15 Menit

Untuk siswa SD hingga SMP, berikut contoh bacaan yang cocok:

  • Dongeng Nusantara (Cerita rakyat dari berbagai daerah).

  • Komik Sains (Ringan tetapi penuh pengetahuan).

  • Biografi Tokoh Nasional (Soekarno, Ki Hajar Dewantara, RA Kartini).

  • Fabel Edukatif (Cerita binatang dengan pesan moral).

  • Novel Anak Ringan (misalnya karya-karya Enid Blyton, JK Rowling, atau penulis lokal).

Buku-buku ini bisa membuat anak menikmati membaca sekaligus belajar nilai kehidupan.

Penutup

Program literasi 15 menit membaca sebelum pelajaran adalah langkah sederhana namun berdampak besar dalam menumbuhkan budaya membaca di sekolah. Dengan pelaksanaan yang konsisten, kreatif, dan didukung semua pihak—guru, pustakawan, orang tua—anak-anak akan terbiasa membaca, lebih siap belajar, dan memiliki karakter kuat.

Membaca bukan hanya keterampilan akademik, tetapi bekal hidup sepanjang hayat. Oleh karena itu, mari jadikan 15 menit membaca sebagai investasi berharga untuk masa depan anak-anak Indonesia.

logoblog

Kamis, 11 September 2025

Manfaat Membaca Buku Cetak Dibandingkan Buku Digital bagi Anak

 

Di era teknologi digital, anak-anak semakin terbiasa dengan gawai. Buku elektronik (e-book) kini mudah diakses melalui smartphone, tablet, atau komputer. Meski praktis, keberadaan buku digital sering menimbulkan pertanyaan: apakah anak sebaiknya lebih banyak membaca buku digital atau buku cetak?

Buku digital memang menawarkan kemudahan, tetapi penelitian menunjukkan bahwa membaca buku cetak masih memiliki keunggulan tersendiri, terutama bagi anak-anak. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai manfaat membaca buku cetak dibandingkan buku digital bagi anak, serta alasan mengapa buku cetak tetap penting di tengah arus digitalisasi.

1. Membantu Konsentrasi Anak Lebih Baik

Saat membaca buku cetak, anak dapat fokus penuh pada isi bacaan tanpa terganggu notifikasi atau iklan seperti yang sering muncul di gawai.

  • Buku cetak memberikan pengalaman membaca yang bebas distraksi.

  • Anak dapat lebih mudah menyelesaikan bacaan tanpa terdorong membuka aplikasi lain.

  • Konsentrasi yang baik membantu anak memahami isi bacaan lebih mendalam.

Hal ini berbeda dengan buku digital yang sering membuat anak berpindah perhatian ke hal lain.

2. Memperkuat Pemahaman dan Daya Ingat

Banyak penelitian menyebutkan bahwa membaca buku cetak membantu otak lebih mudah menyerap informasi.

  • Anak dapat menandai teks dengan pensil, memberi highlight, atau menempelkan sticky notes.

  • Sensasi membalik halaman membantu otak membentuk “peta memori” tentang posisi informasi.

  • Pemahaman bacaan menjadi lebih kuat karena anak berinteraksi langsung dengan fisik buku.

Buku digital memang bisa diberi catatan, tetapi pengalaman fisik yang nyata lebih mudah diingat oleh anak.

3. Mengurangi Kelelahan Mata

Membaca buku digital terlalu lama dapat membuat mata anak cepat lelah akibat paparan cahaya layar (blue light).

  • Buku cetak lebih ramah untuk kesehatan mata.

  • Anak dapat membaca lebih lama tanpa khawatir sakit kepala atau gangguan tidur.

  • Risiko ketergantungan pada layar juga bisa diminimalkan.

Dengan demikian, buku cetak lebih aman digunakan untuk waktu membaca yang panjang.

4. Membangun Ikatan Emosional dengan Buku

Buku cetak memiliki nilai emosional yang sulit digantikan oleh buku digital.

  • Anak bisa merasakan tekstur kertas, aroma buku baru, atau warna halaman.

  • Aktivitas membaca bersama orang tua dengan buku fisik menciptakan momen hangat dan penuh kedekatan.

  • Buku cetak bisa disimpan, diwariskan, atau dijadikan kenangan berharga.

Ikatan emosional ini membantu anak menghargai buku, bukan sekadar melihatnya sebagai sumber informasi.

5. Mengembangkan Imajinasi dan Kreativitas

Membaca buku cetak memberi kesempatan anak untuk berimajinasi tanpa gangguan visual digital.

  • Buku cetak mengandalkan teks dan gambar statis yang mendorong otak anak menciptakan gambaran sendiri.

  • Imajinasi ini melatih kreativitas, berbeda dengan buku digital interaktif yang kadang terlalu banyak efek visual.

  • Kreativitas anak berkembang lebih alami ketika ia membayangkan sendiri cerita dalam buku.

6. Membiasakan Anak dengan Budaya Literasi Tradisional

Buku cetak adalah bagian dari budaya literasi yang telah ada berabad-abad. Anak yang terbiasa membaca buku cetak akan:

  • Lebih menghargai proses membaca sebagai tradisi penting.

  • Mengenal tata cara merawat buku, misalnya menyampul atau menyusun di rak.

  • Merasakan kepuasan tersendiri saat menyelesaikan satu buku fisik.

Budaya ini penting agar anak tidak hanya bergantung pada layar digital.

7. Memberikan Pengalaman Belajar yang Lebih Terstruktur

Buku cetak biasanya memiliki tata letak yang jelas, dengan indeks, daftar isi, dan halaman yang mudah diakses.

  • Anak bisa membuka kembali halaman tertentu dengan cepat.

  • Informasi lebih mudah dicari tanpa harus bergantung pada fitur pencarian digital.

  • Struktur buku cetak membantu anak memahami alur bacaan dari awal hingga akhir.

Hal ini membentuk keterampilan literasi yang lebih kuat sejak dini.

8. Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab

Buku cetak adalah benda fisik yang harus dijaga. Dengan membiasakan anak membaca buku cetak, mereka belajar:

  • Menjaga agar buku tetap bersih dan tidak rusak.

  • Menyimpan buku kembali ke rak setelah selesai membaca.

  • Menghargai benda yang bermanfaat untuk ilmu pengetahuan.

Kebiasaan ini melatih anak untuk lebih bertanggung jawab terhadap barang miliknya.

9. Meningkatkan Interaksi Sosial

Buku cetak lebih mudah dipinjamkan, ditukar, atau dibaca bersama-sama.

  • Anak bisa meminjam buku dari teman atau perpustakaan.

  • Buku cetak bisa dijadikan bahan diskusi kelompok di kelas.

  • Aktivitas ini mendorong anak untuk bersosialisasi dan bertukar pikiran.

Sementara itu, buku digital lebih bersifat pribadi dan terbatas pada perangkat masing-masing.

10. Mengurangi Ketergantungan pada Teknologi

Terlalu banyak berinteraksi dengan gawai bisa membuat anak sulit lepas dari dunia digital. Buku cetak hadir sebagai alternatif yang sehat.

  • Membaca buku cetak membantu anak mengurangi waktu layar (screen time).

  • Anak belajar menikmati aktivitas yang tidak bergantung pada internet.

  • Hal ini berdampak positif pada keseimbangan tumbuh kembang anak.

Peran Orang Tua, Guru, dan Pustakawan

Agar anak merasakan manfaat buku cetak, peran orang dewasa sangat diperlukan.

  • Orang tua: menyediakan koleksi buku di rumah, membacakan cerita sebelum tidur.

  • Guru: melibatkan buku cetak dalam pembelajaran, misalnya resensi buku di kelas.

  • Pustakawan: membuat program literasi berbasis koleksi cetak, seperti lomba membaca atau pojok baca sekolah.

Kerja sama ini akan memperkuat budaya membaca buku cetak di era digital.

Penutup

Buku digital memang memberikan kemudahan dan fleksibilitas, tetapi buku cetak tetap memiliki keunggulan yang tidak tergantikan, terutama bagi anak-anak. Membaca buku cetak membantu anak lebih fokus, meningkatkan daya ingat, menjaga kesehatan mata, menumbuhkan imajinasi, hingga membangun ikatan emosional yang kuat.

Di tengah kemajuan teknologi, buku cetak seharusnya tidak ditinggalkan. Justru, perpaduan antara buku cetak dan digital bisa menjadi jalan terbaik. Namun, untuk perkembangan anak, buku cetak tetap layak diprioritaskan sebagai fondasi literasi sejak dini.

logoblog

Strategi Efektif Menumbuhkan Minat Baca Anak di Era Digital

 Perkembangan teknologi digital membawa banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pada cara anak-anak belajar dan memperoleh hiburan. Saat ini, anak lebih sering berinteraksi dengan gawai—mulai dari menonton video, bermain game online, hingga menggunakan media sosial—dibandingkan dengan membaca buku. Kondisi ini menimbulkan tantangan baru: bagaimana cara menumbuhkan minat baca anak di tengah derasnya arus digital?

Meskipun tantangannya besar, membaca tetap menjadi keterampilan fundamental yang tidak bisa digantikan. Anak yang rajin membaca memiliki kosakata lebih luas, daya imajinasi lebih tinggi, serta keterampilan berpikir kritis yang lebih baik. Oleh sebab itu, orang tua, guru, dan pustakawan perlu bekerja sama untuk menanamkan kebiasaan membaca sejak dini dengan strategi yang relevan dengan era digital.

1. Menjadikan Membaca Sebagai Aktivitas yang Menyenangkan

Salah satu alasan anak enggan membaca adalah karena mereka menganggap membaca sebagai kewajiban, bukan hiburan. Untuk mengubah pandangan ini, orang dewasa perlu menghadirkan pengalaman membaca yang menyenangkan.

  • Gunakan buku bergambar dan berwarna untuk menarik perhatian anak-anak usia dini.

  • Bacakan cerita dengan penuh ekspresi (read aloud), sehingga anak merasa membaca sama menariknya dengan menonton film.

  • Ciptakan pojok baca yang nyaman di rumah atau kelas, lengkap dengan bantal, kursi empuk, atau dekorasi menarik.

Jika anak merasa membaca adalah kegiatan yang seru, maka mereka akan melakukannya tanpa paksaan.

2. Memberikan Teladan Membaca

Anak-anak belajar melalui contoh. Jika orang tua, guru, dan pustakawan jarang terlihat membaca, maka sulit bagi anak untuk meniru kebiasaan tersebut.

  • Luangkan waktu 15–30 menit setiap hari untuk membaca buku di depan anak.

  • Ceritakan pengalaman positif setelah membaca, misalnya pengetahuan baru atau cerita inspiratif.

  • Tunjukkan kebiasaan membawa buku saat bepergian, agar anak terbiasa melihat bahwa membaca bisa dilakukan di mana saja.

Dengan teladan nyata, anak akan menganggap membaca sebagai aktivitas wajar dan menyenangkan.

3. Mengintegrasikan Buku dengan Teknologi Digital

Alih-alih melarang penggunaan gawai, lebih bijak jika teknologi digital dipadukan dengan literasi.

  • Gunakan aplikasi e-book atau platform perpustakaan digital seperti iPusnas atau Let’s Read.

  • Perkenalkan cerita interaktif digital yang dilengkapi gambar bergerak dan suara.

  • Dorong anak menonton konten edukasi berbasis literasi, misalnya dongeng atau storytelling online.

  • Batasi waktu bermain game dan berikan alternatif aktivitas membaca digital.

Dengan cara ini, teknologi yang biasanya menggeser buku justru menjadi jembatan untuk mendekatkan anak dengan bacaan.

4. Menyediakan Bacaan yang Variatif dan Sesuai Minat

Tidak semua anak tertarik dengan buku teks pelajaran. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan bacaan yang beragam sesuai minat anak.

  • Anak yang gemar hewan bisa diajak membaca buku ensiklopedia fauna.

  • Anak yang suka petualangan dapat dikenalkan dengan novel fantasi.

  • Anak yang senang eksperimen bisa diberi komik sains atau buku eksperimen sederhana.

Selain itu, sediakan juga bacaan ringan seperti komik edukasi, majalah anak, hingga buku cerita bergambar. Variasi bacaan akan memperluas pengalaman membaca sekaligus menjaga semangat anak agar tidak cepat bosan.

5. Mengadakan Program Literasi di Rumah, Sekolah, dan Perpustakaan

Minat baca anak akan lebih kuat jika ditopang oleh lingkungan. Oleh karena itu, perlu ada sinergi antara rumah, sekolah, dan perpustakaan.

  • Di rumah: buat jadwal family reading time di mana semua anggota keluarga membaca bersama.

  • Di sekolah: terapkan program 15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai.

  • Di perpustakaan: adakan lomba resensi buku, kegiatan bedah buku, atau storytelling.

Kegiatan kolektif ini membantu anak melihat bahwa membaca adalah budaya yang dijunjung bersama, bukan sekadar tugas individu.

6. Memberikan Apresiasi atas Usaha Membaca

Anak-anak sangat senang jika diberi penghargaan. Apresiasi kecil dapat menjadi motivasi besar untuk menumbuhkan kebiasaan membaca.

  • Buat catatan membaca harian, lalu beri bintang atau stiker setiap kali anak menyelesaikan buku.

  • Sediakan sertifikat “Pembaca Bulan Ini” bagi anak yang paling rajin membaca di kelas atau perpustakaan.

  • Ajak anak menceritakan kembali isi buku di depan teman atau keluarga, lalu beri pujian.

Apresiasi sederhana akan membuat anak bangga dengan kemampuannya, sehingga ia terdorong untuk terus membaca.

7. Menciptakan Lingkungan yang Kaya Bacaan

Lingkungan berperan besar dalam membentuk kebiasaan membaca anak. Anak yang dikelilingi buku akan lebih mudah terbiasa membaca.

  • Sediakan rak buku kecil di kamar anak atau ruang keluarga.

  • Tempatkan majalah, komik edukasi, atau buku cerita di ruang tamu agar mudah dijangkau.

  • Pajang poster literasi atau kutipan motivasi membaca di dinding rumah dan sekolah.

Dengan menciptakan atmosfer yang mendukung, membaca akan terasa sebagai bagian alami dari keseharian anak.

8. Melibatkan Anak dalam Komunitas Literasi

Selain membaca secara individu, anak juga bisa didorong melalui kegiatan literasi bersama teman sebaya.

  • Ajak anak mengikuti klub membaca atau komunitas dongeng.

  • Libatkan mereka dalam pameran buku atau festival literasi.

  • Dorong anak untuk menulis pengalaman membaca mereka, lalu bagikan di mading sekolah atau blog kecil.

Keterlibatan dalam komunitas akan membuat anak merasa membaca bukan hanya aktivitas pribadi, tetapi juga bagian dari interaksi sosial yang menyenangkan.

9. Tantangan Menumbuhkan Minat Baca di Era Digital

Meskipun strategi sudah banyak, pustakawan, guru, dan orang tua tetap menghadapi tantangan, di antaranya:

  • Persaingan dengan gawai yang menawarkan hiburan instan.

  • Koleksi buku terbatas di sekolah atau rumah.

  • Kurangnya dukungan lingkungan yang lebih fokus pada nilai akademis dibandingkan kebiasaan membaca.

  • Kesenjangan literasi digital, di mana tidak semua anak memiliki akses pada bahan bacaan online yang berkualitas.

Kesadaran bersama diperlukan agar membaca tidak kalah oleh derasnya arus digital.

Penutup

Meningkatkan minat baca anak di era digital memang tidak mudah, tetapi sangat mungkin dilakukan dengan strategi yang tepat. Membuat membaca sebagai aktivitas menyenangkan, memberi teladan, menyediakan bacaan variatif, mengintegrasikan teknologi, serta memberikan apresiasi adalah langkah penting untuk membangun kebiasaan literasi.

Peran orang tua, guru, dan pustakawan sangat vital dalam menciptakan lingkungan yang ramah literasi. Dengan dukungan yang konsisten, anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya akrab dengan teknologi, tetapi juga kaya wawasan karena gemar membaca.

Membaca adalah investasi masa depan, dan membiasakan anak membaca sejak dini adalah langkah terbaik untuk menyiapkan mereka menghadapi tantangan dunia yang terus berubah.

logoblog

Rabu, 10 September 2025

Peran Pustakawan Sekolah dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa

 


Perpustakaan sekolah merupakan salah satu sarana penting dalam mendukung proses pendidikan. Di dalamnya tersedia berbagai bahan bacaan yang dapat menambah wawasan, melatih keterampilan berpikir kritis, sekaligus menumbuhkan budaya literasi. Namun, ketersediaan koleksi yang banyak tidak akan bermanfaat apabila siswa tidak memiliki minat baca yang tinggi.

Di sinilah peran pustakawan sekolah menjadi sangat penting. Lebih dari sekadar penjaga perpustakaan, pustakawan adalah fasilitator, motivator, dan penggerak literasi yang mampu mendorong siswa agar gemar membaca. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai peran pustakawan sekolah dalam meningkatkan minat baca siswa, serta strategi yang dapat diterapkan di lingkungan sekolah.

1. Pustakawan sebagai Fasilitator Akses Informasi

Tugas utama pustakawan adalah menyediakan akses informasi yang mudah bagi pengguna. Dalam konteks sekolah, pustakawan perlu memastikan bahwa koleksi buku tersusun rapi, terklasifikasi dengan baik, dan mudah ditemukan siswa.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  • Menata buku sesuai klasifikasi atau kategori agar siswa tidak kesulitan mencari.

  • Menyediakan katalog online atau manual untuk mempermudah pencarian koleksi.

  • Memberikan panduan sederhana bagi siswa mengenai cara menemukan buku yang sesuai kebutuhan.

Dengan akses yang mudah, siswa akan lebih termotivasi untuk datang ke perpustakaan dan membaca.

2. Pustakawan sebagai Motivator Membaca

Selain menyediakan akses, pustakawan juga berperan sebagai motivator yang menumbuhkan kecintaan membaca. Pustakawan dapat:

  • Mengajak siswa mengikuti program 15 menit membaca sebelum pelajaran.

  • Memberikan apresiasi berupa penghargaan atau sertifikat kepada siswa yang rajin meminjam buku.

  • Menceritakan kisah inspiratif tentang tokoh-tokoh yang sukses karena rajin membaca.

Dorongan positif dari pustakawan dapat menumbuhkan kebiasaan membaca yang berkelanjutan pada siswa.

3. Pustakawan sebagai Penyelenggara Program Literasi

Pustakawan sekolah juga dapat menginisiasi berbagai kegiatan literasi yang menarik, misalnya:

  • Pojok baca kelas: menyiapkan rak kecil di tiap kelas dengan koleksi bacaan ringan.

  • Lomba resensi buku: mendorong siswa untuk menuliskan ringkasan buku yang telah dibaca.

  • Storytelling atau read aloud: kegiatan membaca nyaring yang menyenangkan, khususnya untuk siswa SD.

  • Book fair sekolah: bekerja sama dengan penerbit atau toko buku untuk mengenalkan buku baru.

Kegiatan-kegiatan tersebut dapat membuat siswa semakin dekat dengan buku.

4. Pustakawan sebagai Mediator antara Buku dan Siswa

Banyak siswa yang sebenarnya ingin membaca tetapi bingung memilih buku yang sesuai. Di sini pustakawan berperan sebagai mediator atau pemandu.

  • Membimbing siswa dalam memilih buku sesuai usia dan tingkat pemahaman.

  • Merekomendasikan bacaan berdasarkan minat siswa, misalnya cerita rakyat, novel remaja, atau buku pengetahuan populer.

  • Membuat daftar rekomendasi buku terbaik setiap bulan untuk dipajang di perpustakaan.

Dengan arahan yang tepat, siswa dapat menemukan buku yang mereka sukai, sehingga minat membaca terus tumbuh.

5. Pustakawan sebagai Inovator Teknologi Literasi

Di era digital, pustakawan sekolah juga dituntut untuk melek teknologi. Pemanfaatan media digital dapat memperluas minat baca siswa. Contoh yang bisa dilakukan:

  • Menggunakan aplikasi perpustakaan digital untuk koleksi e-book.

  • Membuat konten singkat di media sosial sekolah tentang rekomendasi bacaan.

  • Menyediakan fasilitas komputer atau tablet di perpustakaan untuk membaca digital.

Dengan memadukan buku cetak dan teknologi, siswa akan memiliki lebih banyak pilihan untuk mengakses bacaan.

6. Pustakawan sebagai Teladan Literasi

Salah satu cara efektif untuk menumbuhkan minat baca adalah dengan memberikan teladan. Pustakawan yang terlihat aktif membaca akan menginspirasi siswa.

  • Luangkan waktu untuk membaca di hadapan siswa.

  • Bagikan pengalaman pribadi mengenai manfaat membaca.

  • Tunjukkan antusiasme saat merekomendasikan buku.

Keteladanan sederhana ini akan menumbuhkan persepsi bahwa membaca adalah kegiatan menyenangkan, bukan kewajiban.

7. Kolaborasi Pustakawan dengan Guru dan Orang Tua

Meningkatkan minat baca siswa tidak bisa dilakukan pustakawan sendirian. Perlu ada kerja sama dengan guru dan orang tua.

  • Dengan guru: menyisipkan kegiatan membaca dalam mata pelajaran, memanfaatkan koleksi perpustakaan sebagai bahan ajar.

  • Dengan orang tua: memberikan saran agar anak diberi waktu membaca di rumah, serta mengajak mereka ikut program literasi sekolah.

Kolaborasi ini akan memperkuat budaya membaca baik di sekolah maupun di rumah.

8. Tantangan Pustakawan dalam Meningkatkan Minat Baca

Walaupun perannya besar, pustakawan juga menghadapi beberapa tantangan, seperti:

  • Siswa lebih tertarik pada gawai daripada buku.

  • Koleksi buku yang terbatas dan kurang menarik.

  • Ruang perpustakaan yang belum nyaman.

  • Kurangnya dukungan dana dari sekolah.

Namun, dengan kreativitas dan komitmen, pustakawan tetap bisa mencari solusi agar kegiatan literasi tetap berjalan.

Penutup

Pustakawan sekolah memiliki peran strategis dalam menumbuhkan minat baca siswa. Mereka bukan sekadar pengelola koleksi, tetapi juga fasilitator, motivator, inovator, dan teladan literasi. Melalui akses informasi yang mudah, kegiatan literasi yang kreatif, serta kerja sama dengan guru dan orang tua, pustakawan dapat menciptakan budaya membaca yang kuat di sekolah.

Dengan minat baca yang tinggi, siswa akan lebih siap menghadapi tantangan belajar, memiliki wawasan luas, serta berkembang menjadi generasi yang cerdas dan kritis.

logoblog

Teknis Pemeliharaan Buku Perpustakaan agar Lebih Awet

 

Buku merupakan aset utama dalam sebuah perpustakaan. Koleksi yang lengkap, rapi, dan terawat akan meningkatkan kualitas layanan serta kenyamanan pengunjung. Namun, buku juga termasuk bahan pustaka yang rentan rusak. Mulai dari sobek, berdebu, lembab, hingga rusak akibat ulah manusia.

Oleh karena itu, setiap pustakawan perlu memahami teknis pemeliharaan buku perpustakaan agar koleksi dapat bertahan lebih lama dan tetap layak dibaca. Artikel ini membahas langkah-langkah praktis untuk menjaga buku tetap awet, mulai dari penyimpanan, perawatan harian, hingga penanganan buku rusak.

1. Prinsip Dasar Pemeliharaan Buku

Sebelum masuk ke teknis, ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan:

  • Pencegahan lebih baik daripada perbaikan. Lebih mudah menjaga buku tetap baik daripada memperbaiki yang sudah rusak.

  • Lingkungan memengaruhi keawetan. Suhu, kelembaban, dan cahaya berlebihan bisa mempercepat kerusakan buku.

  • Pengguna berperan penting. Edukasi siswa atau pemustaka agar menggunakan buku dengan hati-hati.

2. Pemeliharaan Lingkungan Penyimpanan

Lingkungan tempat menyimpan buku sangat memengaruhi usia koleksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a. Suhu dan Kelembaban

  • Suhu ideal untuk ruang perpustakaan adalah 22–25°C.

  • Kelembaban sekitar 45–60% agar kertas tidak cepat rapuh atau berjamur.

  • Gunakan AC atau ventilasi yang baik untuk menjaga sirkulasi udara.

b. Pencahayaan

  • Cahaya matahari langsung dapat memudarkan sampul dan kertas.

  • Gunakan tirai atau kaca film untuk mengurangi sinar UV.

  • Pilih lampu LED yang tidak terlalu panas.

c. Kebersihan Ruangan

  • Lantai dan rak dibersihkan secara rutin.

  • Hindari makanan dan minuman masuk ke area koleksi.

  • Gunakan kapur barus atau silica gel di rak untuk mencegah kelembaban.

3. Pemeliharaan Rak Buku

Rak buku juga berperan besar dalam menjaga keawetan koleksi:

  • Gunakan rak berbahan logam atau kayu yang kokoh.

  • Jangan menaruh buku terlalu rapat, beri ruang agar mudah diambil.

  • Gunakan penahan buku (book stopper) agar buku tidak miring dan punggungnya cepat rusak.

  • Letakkan buku besar secara horizontal, sedangkan buku kecil secara vertikal.

4. Perawatan Harian Buku

Selain menjaga lingkungan, pustakawan juga perlu melakukan perawatan rutin:

  1. Membersihkan debu dengan kain kering atau kemoceng halus, minimal seminggu sekali.

  2. Memeriksa kondisi fisik buku, misalnya sampul lepas, halaman sobek, atau noda.

  3. Mengembalikan buku ke rak sesuai kode agar tidak salah tempat.

  4. Mengajarkan etika membaca kepada siswa: jangan melipat halaman, jangan mencoret, jangan makan sambil membaca.

5. Penanganan Buku Rusak

Meski sudah dijaga, buku tetap bisa mengalami kerusakan. Berikut langkah penanganannya:

a. Sampul Rusak

  • Ganti dengan sampul plastik transparan agar lebih tahan lama.

  • Gunakan lakban bening khusus untuk melapisi sudut sampul yang cepat sobek.

b. Halaman Sobek

  • Rekatkan dengan lem khusus kertas (acid-free glue).

  • Hindari penggunaan selotip biasa karena akan menguning seiring waktu.

c. Buku Lembab atau Berjamur

  • Jemur di bawah sinar matahari tidak langsung.

  • Gunakan kipas angin atau dehumidifier untuk mengeringkan.

  • Bersihkan jamur dengan kain lembut dan alkohol 70%.

d. Buku Hilang

  • Catat dalam daftar kehilangan.

  • Minta pengguna mengganti sesuai aturan perpustakaan (dengan buku sejenis atau membayar denda).

6. Program Pemeliharaan Berkala

Selain perawatan harian, perpustakaan perlu memiliki program khusus:

  • Stock opname tahunan untuk memeriksa kondisi dan jumlah koleksi.

  • Digitalisasi koleksi penting agar isi buku tetap bisa diakses meskipun fisiknya rusak.

  • Pelatihan pustakawan dalam teknik dasar perbaikan buku.

  • Sosialisasi kepada siswa tentang cara merawat buku.

7. Peran Pustakawan dan Pengguna

Pemeliharaan buku bukan hanya tugas pustakawan. Perlu ada kerja sama dengan pengguna:

  • Pustakawan: melakukan pemeliharaan rutin, memperbaiki buku rusak, dan menyusun program konservasi.

  • Guru dan siswa: ikut menjaga buku saat dipinjam, mengembalikan tepat waktu, dan melaporkan jika ada kerusakan.

Dengan adanya kolaborasi ini, koleksi perpustakaan akan lebih terawat.

Penutup

Buku adalah jantung perpustakaan. Tanpa koleksi yang terawat, layanan informasi tidak akan optimal. Oleh karena itu, teknis pemeliharaan buku perlu diterapkan secara konsisten, mulai dari pengaturan lingkungan, perawatan harian, hingga penanganan kerusakan.

Dengan menjaga buku agar lebih awet, perpustakaan sekolah dapat terus menjadi ruang belajar yang menyenangkan, mendukung literasi, serta menumbuhkan budaya membaca di kalangan siswa.

logoblog

Cara Menata Buku di Rak Perpustakaan Agar Rapi dan Mudah Dicari

 Perpustakaan sekolah bukan hanya tempat menyimpan buku, tetapi juga pusat sumber belajar yang mendukung kegiatan literasi siswa. Rak buku yang tertata rapi akan memudahkan siswa, guru, maupun pustakawan dalam menemukan koleksi yang dibutuhkan. Sebaliknya, jika buku diletakkan sembarangan, suasana perpustakaan menjadi tidak nyaman, dan koleksi sulit dicari. Oleh karena itu, penataan rak buku menjadi langkah penting untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan sekolah.

Persiapan Sebelum Menata Buku

Sebelum mulai menata, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:

  1. Inventarisasi koleksi – Pastikan semua buku sudah tercatat dalam buku induk atau aplikasi perpustakaan.

  2. Cek kondisi rak – Rak harus kokoh, bersih, dan sesuai ukuran buku. Rak yang terlalu kecil akan membuat buku cepat rusak.

  3. Siapkan label rak – Label memudahkan siswa mengetahui kategori buku. Misalnya: “Buku Fiksi”, “Ilmu Sosial”, atau “Sains”.

Dengan persiapan ini, penataan akan lebih terarah dan rapi.

Metode Penataan Buku di Rak

1. Berdasarkan Klasifikasi (DDC – Dewey Decimal Classification)

Sistem klasifikasi DDC banyak digunakan di perpustakaan sekolah karena sederhana dan universal. Contohnya:

  • 000 – Karya Umum (ensiklopedia, kamus)

  • 100 – Filsafat & Psikologi

  • 300 – Ilmu Sosial

  • 500 – Ilmu Pengetahuan Alam

  • 800 – Sastra

Dengan sistem ini, buku sejenis akan berkumpul di rak yang sama, sehingga memudahkan pencarian.

2. Berdasarkan Jenis Koleksi

Jika perpustakaan masih kecil, koleksi dapat dipisah menurut jenisnya:

  • Buku Fiksi (cerpen, novel anak, dongeng)

  • Buku Referensi (kamus, atlas, ensiklopedia)

  • Buku Pelajaran (Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dll.)

Metode ini sederhana dan mudah dipahami siswa sekolah dasar.

3. Berdasarkan Abjad Nama Pengarang atau Judul

Untuk koleksi terbatas, penataan bisa menggunakan urutan alfabet. Contoh:

  • Buku karya Ahmad Tohari ditempatkan di rak bagian “A”.

  • Buku berjudul Cerita Rakyat Nusantara masuk di rak “C”.

Metode ini lebih cepat diterapkan jika koleksi belum terlalu banyak.

Tips Menjaga Kerapian Rak Buku

Menata sekali saja tidak cukup. Agar rak tetap rapi, lakukan hal berikut:

  • Gunakan penahan buku (book stopper) agar buku tidak jatuh.

  • Jangan menumpuk buku secara horizontal terlalu banyak, karena merusak punggung buku.

  • Beri label kode pada punggung buku, sesuai klasifikasi atau urutan rak.

  • Lakukan pengecekan rutin, minimal seminggu sekali, untuk memastikan buku tidak salah tempat.

  • Ajarkan siswa cara mengembalikan buku sesuai label rak.

Manfaat Penataan Buku yang Baik

Penataan rak yang rapi memberi dampak positif bagi semua pengguna:

  • Siswa lebih mudah menemukan buku yang mereka cari, sehingga minat baca meningkat.

  • Guru terbantu saat membutuhkan referensi cepat untuk pembelajaran.

  • Pustakawan lebih ringan dalam mengatur layanan sirkulasi karena koleksi tersusun jelas.

  • Sekolah memiliki perpustakaan yang nyaman, mendukung program literasi, dan menjadi daya tarik bagi kegiatan belajar.

Penutup

Menata buku di rak perpustakaan bukan sekadar menjaga kerapian, tetapi juga bagian dari layanan informasi yang baik. Dengan sistem penataan yang jelas, koleksi akan mudah diakses, perpustakaan menjadi lebih hidup, dan siswa semakin bersemangat membaca.

Apakah perpustakaan sekolah Anda sudah tertata dengan baik? Jika belum, mari mulai menata rak buku hari ini agar membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan!

logoblog

Minggu, 07 September 2025

Koleksi dan Aksesibilitas: Pilar Utama Perpustakaan Modern untuk Mendukung Kebutuhan Akademik

 

Koleksi dan Aksesibilitas: Pilar Utama Perpustakaan Modern untuk Mendukung Kebutuhan Akademik

Perpustakaan adalah jantung dari aktivitas akademik. Di dalamnya, mahasiswa, dosen, dan peneliti menemukan sumber pengetahuan yang tidak hanya membantu dalam pengerjaan tugas, tetapi juga menginspirasi pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, keberadaan perpustakaan tidak bisa hanya dinilai dari seberapa banyak buku yang dimiliki. Dua hal penting yang sangat menentukan peran strategis perpustakaan adalah kelengkapan koleksi dan tingkat aksesibilitasnya.

Ketersediaan koleksi, baik berupa buku umum, buku ilmiah, jurnal, prosiding, maupun sumber digital, menjadi bahan bakar utama dalam perjalanan akademik mahasiswa. Sementara itu, aksesibilitas—yang mencakup kemudahan menelusuri, menemukan, dan memanfaatkan koleksi—adalah jembatan yang menghubungkan kebutuhan pengguna dengan sumber informasi.

Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai pentingnya koleksi dan aksesibilitas di perpustakaan, termasuk fungsi OPAC, sistem penataan koleksi, serta fasilitas yang mendukung kunjungan mahasiswa.

Pentingnya Koleksi Perpustakaan

1. Koleksi sebagai Fondasi Akademik

Koleksi perpustakaan adalah landasan utama dalam mendukung proses belajar-mengajar. Tanpa koleksi yang memadai, mahasiswa kesulitan menemukan sumber referensi yang relevan untuk tugas maupun penelitian.

Jenis koleksi yang penting untuk mahasiswa antara lain:

  • Buku Referensi Umum → ensiklopedia, kamus, direktori, atlas.

  • Buku Teks Akademik → sesuai bidang studi masing-masing program.

  • Koleksi Ilmiah → jurnal, prosiding, laporan penelitian, disertasi, dan tesis.

  • Koleksi Digital → e-books, e-journals, database internasional.

  • Koleksi Terbitan Berseri → majalah ilmiah, buletin, dan surat kabar.

2. Kualitas dan Relevansi Koleksi

Tidak cukup hanya banyak, koleksi harus relevan dengan kebutuhan akademik. Misalnya, mahasiswa kedokteran membutuhkan akses jurnal kesehatan terkini, sementara mahasiswa sastra lebih membutuhkan karya klasik dan penelitian linguistik.

3. Koleksi Lokal dan Kearifan Budaya

Selain literatur internasional, perpustakaan juga berperan melestarikan kearifan lokal melalui koleksi budaya, naskah kuno, dan publikasi daerah. Hal ini memperkuat identitas akademik sekaligus memperkaya penelitian lintas disiplin.

Aksesibilitas: Menghubungkan Koleksi dengan Pengguna

Koleksi yang lengkap tidak akan bermanfaat jika tidak mudah diakses. Aksesibilitas mencakup beberapa aspek:

1. OPAC (Online Public Access Catalog)

OPAC adalah alat utama mahasiswa dalam mencari koleksi. Dengan sistem ini, pencarian dapat dilakukan berdasarkan:

  • Judul buku.

  • Nama pengarang.

  • Subjek atau topik.

  • Tahun terbit.

  • Lokasi rak atau ketersediaan.

Fitur tambahan seperti filter hasil, status peminjaman, dan integrasi dengan katalog digital mempercepat proses pencarian.

2. Akses Koleksi Digital

Mahasiswa sangat menghargai ketika perpustakaan menyediakan akses ke:

  • E-books yang bisa diunduh atau dibaca online.

  • Database Jurnal Internasional (ProQuest, ScienceDirect, JSTOR).

  • Repository Institusi berisi skripsi, tesis, disertasi, dan penelitian dosen.

3. Kemudahan Fisik di Perpustakaan

Selain digital, aspek fisik juga memengaruhi aksesibilitas:

  • Tata ruang koleksi → jelas dan mudah ditemukan.

  • Ruang baca nyaman → pencahayaan baik, kursi ergonomis, ruangan tenang.

  • Fasilitas difabel → ramp, lift, layanan audio untuk tunanetra.

  • Jam operasional fleksibel → melayani kebutuhan mahasiswa hingga malam hari.

Hubungan Koleksi dan Aksesibilitas dengan Kunjungan Mahasiswa

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan koleksi yang lengkap dan sistem akses yang mudah meningkatkan intensitas kunjungan mahasiswa ke perpustakaan. Misalnya:

  • Mahasiswa lebih sering datang jika perpustakaan menyediakan koleksi terbaru.

  • OPAC dan katalog digital mengurangi waktu pencarian sehingga mahasiswa lebih efisien.

  • Akses online memungkinkan mahasiswa tetap menggunakan perpustakaan meski tidak datang secara fisik.

Dengan kata lain, koleksi dan aksesibilitas adalah faktor yang saling melengkapi. Koleksi adalah isi, aksesibilitas adalah pintunya. Tanpa pintu yang jelas, isi tidak akan ditemukan; tanpa isi yang memadai, pintu menjadi tidak berarti.

Studi Kasus Perpustakaan Universitas

1. Perpustakaan Universitas Indonesia (UI)

  • Koleksi: lebih dari 3 juta judul, termasuk koleksi langka.

  • Aksesibilitas: OPAC berbasis web, remote access untuk e-resources.

  • Fasilitas: ruang diskusi, ruang multimedia, akses bagi penyandang disabilitas.

2. Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM)

  • Koleksi: jurnal nasional dan internasional, repository Gadjah Mada Journal.

  • Aksesibilitas: katalog online, akses database dengan Single Sign-On (SSO).

  • Fasilitas: layanan ruang baca 24 jam saat ujian.

3. Perpustakaan Universitas Padjadjaran (UNPAD) – Kandaga

  • Koleksi: integrasi antara buku cetak, repository, e-journal, database.

  • Aksesibilitas: portal Kandaga yang ramah pengguna.

  • Fasilitas: layanan konsultasi online pustakawan.

Perbandingan Layanan Koleksi dan Aksesibilitas Perpustakaan di Indonesia

UniversitasKoleksiAksesibilitasFasilitas PendukungCatatan Khusus
UI (Universitas Indonesia)>3 juta judul buku, koleksi langka, e-journal, e-bookOPAC berbasis web, remote access, akses database internasional (ProQuest, JSTOR, Elsevier)Ruang diskusi, ruang multimedia, fasilitas difabel, wifi cepatJadi salah satu perpustakaan universitas terbesar di Asia Tenggara
UGM (Universitas Gadjah Mada)Jurnal nasional & internasional, Gadjah Mada Journal, repository digitalOPAC online, SSO login untuk database, akses 24/7 saat ujianRuang baca 24 jam, layanan literasi informasi, ruang koleksi langkaUnggul dalam publikasi ilmiah lokal
UNPAD (Universitas Padjadjaran)Integrasi buku cetak, e-journal, database global, repository KandagaPortal Kandaga yang user-friendly, akses jarak jauh untuk e-resourcesLayanan konsultasi online, ruang baca modern, wifiTerdepan dalam integrasi sistem digital
ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)Koleksi teknik & sains, repository ITS, e-journalOPAC online, akses database teknik, integrasi dengan layanan akademikMaker space, ruang riset, akses difabelFokus pada koleksi STEM dan inovasi
ITB (Institut Teknologi Bandung)Koleksi teknik, sains, seni, repository ITBOPAC web, remote access, database internasionalRuang baca kreatif, akses digital arsip ITBUnggul dalam koleksi seni & teknik
UNNES (Universitas Negeri Semarang)Buku pendidikan, repository UNNES, jurnal nasionalOPAC online, akses terbatas database internasionalRuang baca terbuka, wifi, layanan peminjaman digitalFokus pada koleksi pendidikan & pengajaran

Analisis Perbandingan

  1. UI → unggul dalam jumlah koleksi fisik dan digital, serta akses database internasional premium.

  2. UGM → kuat dalam publikasi ilmiah lokal, repository, dan akses fleksibel untuk mahasiswa.

  3. UNPAD → memiliki portal Kandaga yang user-friendly dan menjadi model integrasi sistem digital.

  4. ITS & ITB → menonjol dalam koleksi STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).

  5. UNNES → fokus pada koleksi pendidikan dan pengajaran, meski akses database internasional masih terbatas.

Tantangan dalam Koleksi dan Aksesibilitas

  1. Keterbatasan Anggaran – Tidak semua perpustakaan mampu berlangganan database internasional.

  2. Keterlambatan Update Koleksi – Koleksi usang dapat mengurangi relevansi.

  3. Literasi Informasi Mahasiswa – Banyak mahasiswa belum terampil menggunakan OPAC atau kata kunci pencarian.

  4. Hambatan Teknologi – Akses internet yang lambat dapat mengurangi pengalaman pengguna.

Rekomendasi untuk Perpustakaan

  1. Pengembangan Koleksi Seimbang → antara buku cetak, digital, dan koleksi lokal.

  2. Optimalisasi OPAC → dengan filter cerdas, rekomendasi otomatis, dan integrasi AI.

  3. Akses Jarak Jauh → remote access dengan VPN atau proxy kampus.

  4. Pelatihan Literasi Informasi → agar mahasiswa lebih mahir menggunakan katalog.

  5. Peningkatan Fasilitas Fisik → ruang baca modern, wifi cepat, fasilitas difabel.

  6. Kolaborasi Konsorsium → antarperpustakaan untuk berbagi akses database berbayar.

Kesimpulan

Koleksi dan aksesibilitas adalah dua pilar utama yang menentukan kualitas sebuah perpustakaan. Mahasiswa tidak hanya membutuhkan banyak buku, tetapi juga akses yang cepat, mudah, dan ramah pengguna. OPAC, repository digital, hingga layanan perpustakaan daring adalah inovasi yang menjawab kebutuhan tersebut.

Di masa depan, perpustakaan harus terus mengembangkan koleksi sesuai perkembangan ilmu pengetahuan sekaligus meningkatkan aksesibilitas baik secara digital maupun fisik. Dengan begitu, perpustakaan benar-benar menjadi ruang belajar yang hidup, relevan, dan inklusif bagi semua kalangan.

logoblog