"Darurat Literasi" di Indonesia: Mengapa Minat Baca Anak dan Remaja Kita Rendah?
Di tengah derasnya arus informasi digital, ada satu isu penting yang sering terabaikan: krisis literasi. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar, menghadapi tantangan serius. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa minat baca di kalangan anak-anak dan remaja kita masih jauh dari harapan. Mengapa ini bisa terjadi, dan apa fakta di baliknya?
Fakta dan Data yang Mengkhawatirkan
Sejumlah studi internasional dan nasional mengungkap kondisi yang memprihatinkan:
Peringkat PISA yang Rendah: Dalam program PISA (Program for International Student Assessment) yang diselenggarakan oleh OECD, skor literasi membaca siswa Indonesia selalu berada di bawah rata-rata. PISA menguji kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam memahami dan menggunakan teks, dan hasilnya menunjukkan bahwa banyak dari mereka kesulitan dalam literasi dasar.
Minat Baca vs. Akses: Data dari berbagai lembaga, seperti UNESCO, menunjukkan bahwa meskipun tingkat melek huruf di Indonesia tinggi, hal itu tidak sejalan dengan minat baca. Artinya, masyarakat kita bisa membaca, tetapi tidak menjadikannya sebagai kebiasaan atau kebutuhan.
Dominasi Media Sosial: Sebuah penelitian oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang dihabiskan anak dan remaja untuk media sosial jauh lebih besar dibandingkan waktu membaca buku. Konten pendek dan instan di platform seperti TikTok dan Instagram membuat mereka kurang tertarik pada bacaan yang memerlukan konsentrasi lebih.
Faktor-faktor Penyebab
Ada beberapa alasan mengapa krisis literasi ini terjadi:
Kurangnya Akses pada Buku: Di banyak daerah, terutama di luar kota besar, akses ke perpustakaan yang memadai atau toko buku masih sangat terbatas.
Peran Keluarga yang Belum Optimal: Kebiasaan membaca sering kali tidak ditanamkan sejak dini di lingkungan keluarga. Anak-anak melihat orang tua mereka lebih sering menatap gawai daripada membaca buku.
Kurikulum Sekolah yang Terlalu Padat: Kurikulum yang menuntut siswa untuk menghafal daripada memahami sering kali mematikan minat membaca kritis dan analitis. Buku dianggap sebagai beban pelajaran, bukan jendela dunia.
Mengapa Ini Penting?
Krisis literasi bukan sekadar masalah rendahnya minat baca, melainkan fondasi bagi banyak masalah lain. Individu dengan literasi rendah cenderung kesulitan dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Pada akhirnya, ini akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia dan kemajuan bangsa.
Meskipun tantangannya besar, kesadaran akan "darurat literasi" ini adalah langkah awal. Penting untuk membangun ekosistem yang mendukung, mulai dari peran keluarga, sekolah, hingga pemerintah dalam menyediakan buku yang menarik dan akses yang mudah.
Mari kita mulai perubahan ini dari diri sendiri dan lingkungan terdekat kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar