Jumat, 07 Februari 2025

Perkembangan Literasi Informasi di Dunia dan Indonesia: Sebuah Perjalanan Sejarah

Literasi informasi adalah kemampuan penting yang memungkinkan individu untuk mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Dalam era informasi yang semakin kompleks, literasi informasi tidak hanya relevan untuk akademisi tetapi juga untuk masyarakat umum yang harus menyaring informasi dari berbagai sumber digital maupun cetak. Sejarah perkembangan literasi informasi menunjukkan bagaimana konsep ini berevolusi seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.

Artikel ini akan membahas secara mendalam perjalanan sejarah literasi informasi di dunia dan Indonesia, mulai dari masa klasik hingga era digital, serta implikasinya dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan memperkaya pemahaman tentang perkembangan ini, pembaca diharapkan mampu melihat betapa pentingnya literasi informasi dalam membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana.

Sejarah Perkembangan Literasi Informasi di Dunia

1. Era Klasik dan Abad Pertengahan

Pada masa klasik, informasi merupakan aset yang sangat bernilai namun hanya dapat diakses oleh kalangan terbatas seperti cendekiawan, filsuf, dan pemimpin politik. Salah satu simbol penting dari era ini adalah Perpustakaan Alexandria yang didirikan di Mesir pada abad ke-3 SM. Perpustakaan ini menjadi pusat pengetahuan yang menyimpan ribuan manuskrip dan naskah dari berbagai peradaban.

Di Eropa pada Abad Pertengahan, literasi informasi tidak berkembang pesat karena mayoritas masyarakat masih buta huruf. Informasi biasanya hanya dapat diakses melalui manuskrip yang disalin dengan tangan oleh biarawan di biara-biara.

2. Revolusi Percetakan (Abad ke-15)

Penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg pada pertengahan abad ke-15 menjadi titik balik dalam penyebaran informasi. Buku yang sebelumnya sangat mahal dan langka menjadi lebih mudah diproduksi dan terjangkau oleh masyarakat.

Dengan adanya buku cetak, muncul dorongan besar untuk melek huruf dan kemampuan mengakses informasi. Universitas dan sekolah mulai bermunculan di Eropa, dan literasi informasi mulai mendapatkan pijakan yang lebih kuat.

3. Era Pencerahan dan Revolusi Ilmiah (Abad ke-17 hingga ke-18)

Pada era Pencerahan, masyarakat mulai menyadari pentingnya pengetahuan dan informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan budaya. Perkembangan perpustakaan umum di berbagai negara Eropa menjadi salah satu penanda penting dalam sejarah literasi informasi.

Selain itu, metode ilmiah yang diperkenalkan pada periode ini menekankan pentingnya verifikasi informasi dan penelitian berbasis bukti. Hal ini menjadi cikal bakal dari konsep evaluasi informasi yang kini menjadi bagian penting dari literasi informasi.

4. Periode Modern (Abad ke-20)

Pada abad ke-20, literasi informasi mulai mendapatkan definisi yang lebih formal. Paul Zurkowski, presiden Information Industry Association, pada tahun 1974 memperkenalkan istilah "literasi informasi" dan mendefinisikannya sebagai kemampuan untuk menggunakan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan.

Perkembangan teknologi komunikasi seperti radio, televisi, dan telepon juga memberikan dampak besar pada literasi informasi. Individu dituntut untuk dapat memahami, menganalisis, dan memanfaatkan informasi yang datang dari berbagai media.

5. Era Digital (Akhir Abad ke-20 hingga Sekarang)

Munculnya internet dan teknologi digital membawa literasi informasi ke tingkat yang lebih kompleks. Tidak hanya kemampuan membaca dan menulis informasi yang penting, tetapi juga kemampuan untuk mengevaluasi kredibilitas informasi yang tersebar secara cepat di dunia maya.

UNESCO pada tahun 2005 mengeluarkan deklarasi yang menekankan pentingnya literasi informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam masyarakat informasi. Literasi digital, media, dan data kini menjadi bagian dari literasi informasi yang lebih luas.

Sejarah Perkembangan Literasi Informasi di Indonesia

1. Masa Kolonial Belanda

Pada masa kolonial, akses informasi di Indonesia sangat terbatas. Perpustakaan yang ada pada saat itu lebih ditujukan untuk kebutuhan administrasi dan pendidikan bagi masyarakat Belanda. Buku dan materi bacaan dalam bahasa lokal sangat langka.

Salah satu perpustakaan tertua yang berdiri pada masa ini adalah Perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang kini dikenal sebagai Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

2. Periode Kemerdekaan (1945-1960an)

Setelah Indonesia merdeka, literasi informasi mulai berkembang dengan pendirian perpustakaan sekolah, universitas, dan perpustakaan umum. Pemerintah mulai menyadari pentingnya literasi sebagai bagian dari pembangunan bangsa.

Pada periode ini, buku-buku pelajaran dan literatur dalam bahasa Indonesia mulai diproduksi secara massal. Hal ini menjadi dorongan besar bagi peningkatan literasi masyarakat.

3. Era Orde Baru (1966-1998)

Selama pemerintahan Orde Baru, literasi informasi dikelola secara sentralistik. Meski demikian, jumlah perpustakaan dan institusi pendidikan yang mendukung literasi informasi semakin meningkat.

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) mulai merumuskan kebijakan terkait pengembangan perpustakaan sekolah serta program pengadaan buku bacaan.

4. Reformasi dan Era Digital (1998-Sekarang)

Dengan jatuhnya Orde Baru dan masuknya era reformasi, akses informasi menjadi lebih terbuka. Internet mulai diperkenalkan secara luas di Indonesia, yang kemudian mendorong lahirnya berbagai inisiatif literasi digital.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus mendorong program literasi digital yang bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan informasi secara bijak.

5. Inisiatif Literasi Informasi Modern

Beberapa program literasi informasi yang berjalan saat ini di Indonesia antara lain:

  • Gerakan Literasi Nasional (GLN): Diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi masyarakat.

  • Program Literasi Digital oleh Kominfo: Berfokus pada pelatihan literasi digital untuk masyarakat umum.

  • Peningkatan Peran Perpustakaan: Perpustakaan nasional dan daerah semakin berperan sebagai pusat literasi informasi.

Peran Literasi Informasi dalam Kehidupan Modern

  1. Pendidikan: Literasi informasi membantu siswa dan mahasiswa dalam menemukan serta mengevaluasi informasi yang relevan untuk pembelajaran. Kemampuan ini mendukung pengembangan keterampilan berpikir kritis dan analitis.

  2. Dunia Kerja: Di dunia kerja, kemampuan mengelola informasi menjadi salah satu keterampilan yang sangat dihargai. Literasi informasi memungkinkan pekerja untuk membuat laporan berbasis data dan mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik.

  3. Masyarakat Umum: Literasi informasi membantu masyarakat untuk mengenali informasi yang dapat dipercaya, khususnya dalam menghadapi fenomena penyebaran berita palsu atau hoaks.

  4. Penelitian: Bagi para peneliti, literasi informasi memungkinkan mereka untuk mengakses dan memanfaatkan informasi yang lebih luas serta menghasilkan penelitian yang berkualitas.

  5. Pengembangan Media: Literasi informasi juga berperan dalam mendorong produksi konten media yang lebih berkualitas dan informatif.

Kesimpulan

Sejarah perkembangan literasi informasi menunjukkan bahwa kemampuan ini telah mengalami evolusi yang panjang, mulai dari era klasik hingga era digital. Di Indonesia, perkembangan literasi informasi semakin pesat dengan adanya dukungan dari pemerintah dan institusi pendidikan.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang literasi informasi, masyarakat diharapkan dapat menjadi lebih bijaksana dalam mengelola dan memanfaatkan informasi untuk kebutuhan pribadi maupun profesional.




Daftar Referensi

  1. Zurkowski, P. (1974). The Information Service Environment Relationships and Priorities.

  2. UNESCO. (2005). Beacons of the Information Society: The Alexandria Proclamation on Information Literacy and Lifelong Learning.

  3. Kominfo. (2022). Program Literasi Digital Indonesia.

  4. Gerakan Literasi Nasional. (2017). Modul Literasi Informasi.

  5. Sejarah Perpustakaan Nasional Indonesia. (2015). Jakarta: Perpusnas RI.

  6. Hobbs, R. (2010). Digital and Media Literacy: Connecting Culture and Classroom.

  7. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2021). Panduan Gerakan Literasi Nasional.

  8. Eisenberg, M. B., & Berkowitz, R. E. (1990). Information Problem-Solving: The Big Six Skills Approach.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar